Beberapa orang merasa bahagia dengan menyantap semangkok bakso dan es jeruk.
Sebagian orang bahagia dengan berkunjung ke taman bermain, atau menghabiskan waktu bersama
orang terkasih. Beberapa orang lainnya bahagia ketika bisa memenangkan perlombaan yang sedang
diikuti.
Ada juga yang merasa bahagia dengan seharian di rumah setelah melalui hari‐hari yang
penat. Sebagian orang merasa bahagia dengan berbelanja barang yang mereka inginkan, atau
kembali melakukan hobinya setelah sibuk beraktivitas berbulan‐bulan.
Banyak cara untuk bisa merasakan kebahagiaan. Maknanya sangat luas dan tiap orang tak
selalu sama. Lalu apa sebenarnya definisi dari bahagia? Pada dasarnya, bahagia adalah kondisi
psikologis yang muncul karena adanya kepuasan, kesenangan, atau kenikmatan, yang identik dengan
emosi positif.
Sebagian besar dari kita tentu saja menginginkan rasa itu, bahagia.
Kenyataannya, seiring dengan usia, kita menghadapi berbagai peran dengan beragam
tantangannya.
Katanya bahagia itu sederhana, namun ada banyak cara dan terkadang kita perlu
mengupayakannya. Bagaimana caranya?
1. Menjalani masa kini
Rasa bahagia akan lebih mudah hadir saat menjalani hari ini, di sini, saat ini. Menjadi diri
sendiri, melakukan apa yang kita sukai, dan berani hadapi tantangan dari hari ke hari. Ada
saat‐saat berdamai dengan situasi, ada pula waktu untuk mengatur ekspektasi. Bertemu
dengan orang‐orang yang nyaman di hati juga membuat kita bahagia menjalani hari.
Saat beragam masalah datang bertubi‐tubi, tentu membuat tak nyaman di hati, apalagi jika
dalam situasi yang tak sepenuhnya bisa dipahami. Dalam situasi ini, sekedar menerima dan
menjalani menjadi cara untuk bisa menjadi lebih bahagia. Jangan lupa berterima kasih pada
diri dan memaafkan apapun yang di luar kendali. Beri toleransi untuk apapun proses yang
sedang dijalani saat ini. ”Yuk bisa yuk”.
2. Menerima masa lalu
Kita manusia, makhluk yang tak sempurna. Menerima dan memahami bahwa kadang
melakukan kesalahan itu tidak apa‐apa, justru bisa membuat kita lebih mudah merasa
bahagia. Meskipun tak mudah dan perlu waktu, belajar dari pengalaman masa lalu membuat
kita bertumbuh. Rasa bahagia pun akan datang saat bertemu dengan versi diri yang lebih
baik dari sebelumnya.
Jika masa lalu masih menyisakan begitu banyak luka, berikan waktu pada diri untuk
menyembuh dan mengobatinya. Memaafkan mereka yang membuat luka, bukan untuk
membenarkannya, tapi karena diri ini terlalu berharga untuk terus‐menerus merasakan luka.
Tak lupa memaafkan diri sendiri untuk semua hal yang kita lalui, mungkin ada yang tak
sesuai dengan ekspektasi diri sendiri. Ada kalanya bahagia dapat kita rasa saat kita
mengingat kembali kemampuan diri yang bisa bertahan hingga di titik ini. “Kamu hebat!”
3. Menata masa depan
Bahagia seringkali kita rasa saat berani punya mimpi tentang apa yang disukai dan ingin
dicapai di masa depan. Salah satu langkah kecilnya, kita perlu mengenali apa yang paling
diinginkan dalam hidup ini. Selanjutnya, kita bisa mulai menyusun langkah‐langkah
untuk mencapai tujuan.
Semangat dan bahagia akan lebih mudah kita rasa saat kita
mengupayakan apapun yang terbaik bisa dilakukan, meskipun dengan segala
keterbatasan yang ada. Menghargai proses yang kita upayakan saat ini, walau belum
ideal seperti ekspektasi. Apapun hasil akhirnya, tak perlu membandingkan dengan orang
lain. “Apapun kebaikan yang kita perjuangkan hari ini, sebanding dengan hal baik yang
akan terjadi nanti.”
Saat membayangkan tentang hari nanti, terkadang muncul resah dan gelisah? Wajar jika
terkadang gelisah datang saat memikirkan masa depan. Diterima rasanya, lalu kembali
mengenali apa yang kita punyai saat ini untuk menghadapi tantangan esok hari. Jika
rasanya begitu mengganggu, kita bisa membicarakannya dengan orang yang kita
percaya, atau psikolog, pskiater, dan profesional lainnya.
Menjadi bahagia bukan berarti tidak merasakan sedih, bukan juga tidak melalui kesulitan
dan rintangan. Menyadari bahwa diri sendiri manusia yang punya rasa, dan akan mampu
menyelesaikan tantangan yang ada. Setiap orang tentu dengan caranya masing‐masing, yang tak
selalu sama.
Kita bisa mulai dengan mengenali apa yang menjadi kebutuhan, apa yang menjadi
keinginan, dan apa yang menjadi kekuatan
By – Tasya Firly Febriana, S.Psi.